Jumat, 28 Oktober 2011

LAPORAN KIMIA ANORGANIK
Laporan Lengkap Praktium Kimia Anorganik II
JUdul Percobaan :  Pembentukan Tahapan Senyawa Kompleks

LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II
                                                                                                                                                                               
Judul Percobaan : Pembentukan Tahapan Senyawa Kompleks
Unpar (2)









OLEH :
KELOMPOK                     :   VIII (delapan)
NAMA                                :   NERULITA                        
NIM                                    :   ACC 109 031
 


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2011
A.       Judul Percobaan
Pembentukan Tahapan Senyawa Kompleks

B.        Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk memperkirakan rumus molekul senyawa kompleks berdasarkan perubahan warna senyawa yang terbentuk.

C.        Tinjauan Pustaka
1.      Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari ion logam dengan satu atau lebih ligan. Interaksi antara logam dengan ligan - ligan dapat diibaratkan seperti reaksi asam-basa lewis, di mana basa lewis merupakan zat yang mampu memberikan satu atau lebih pasangan elektron (ligan). Setiap ligan memiliki setidaknya satu pasang elektron bebas, tetapi ada juga ligan yang mempunyai dua pasang atau lebih elektron bebas.
seperti : H2 CH2 H2 (di etil diamin) bidentat H2 H2CH2 H2CH2 H2 (dietilen triamin) polidentat. Atom logam baik dalam keadaan netral ataupun bermuatan positif bertindak sebagaiasma lewis (menerima pasangan elektron) sehingga ikatan yang terjadi antara logan dengan ligan umumnya merupakan ikatan kovalen koordinat, sehingga senyawa kompleks disebut juga senyawa koordinasi. Atom adalah suatu ligan yang terikat langsung dengan atom pusat dikenal sebagai atom donor, contoh: nitrogen dalam ion kompleks [Cu(NH3)4]2+ merupakan atom donor. Senyawa-Senyawa kompleks memiliki bilangan koordinasi yang dapat diartikan sebagai bilangan yang dapat menunjukkan jumlah atom donor diseputar atom logam pusat dalam ion kompleks. Ion-ion kompleks memiliki bilangan koordinat yang bermacam-macam.
Contoh : Ion Kompleks Bilangan Koordinasi
                                         Ag[NH3]+ 2
                                        [SnCl3]- 3
                                        [FeCl4]- 4
                                        [Ni(CN)5]3- 5     
                                         [Fe(CN)6]3- 6
Ion dengan bilangan koordinasi 2 dan lebih besar dari 6 seperti 7,8 sangat jarang ditemukan. Yang paling umum dibicarakan adalah ion kompleks yang bilangan koordinasi 4 dan 6.

2.      Reaksi-Reaksi Pembentukan Senyawa Kompleks
a.      Kestabilan Ion Kompleks
Reaksi kompleks diklasifikasikan kedalam reaksi substitusi ligan, reaksi konversi ligan dan reaksi redoks logam. Tetapi dalam hal ini yang dibahas
adalah reaksi substitusi ligan. Ion logam mengalami reaksi pertukaran (substitusi) ligan dalam larutan yang secara umum dapat ditulis dalam bentuk persamaan : Ln Mx + Y ® Ln My + X Laju reaksi ini sangat beragam, tergantung pada jenis ion logam dan ligannya.
Dalam konteks reaksi substitusi ligan, pengertian tentang kestabilan dan kecenderungan bereaksi adalah bersifat termodinamika.
Satu ukuran mengenai kecenderungan ion logam membentuk ion kompleks tertentu adalah konstanta pembentukan atau konstanta kestabilan (kf) Konsep dan metode perhitungan konstanta pembentukan bertahap diusulkan oleh N.Bjerru (1941), dimana konstanta kesetimbangan penggantian ion terhidrasi M dengan ligan lain dalam larutan air adalah :
M + L ® ML Kf =

ML + L ® ML2 Kf =

MLn + L ® MLn+1 Kf =

Semakin besar harga Kf, semakin stabil ion kompleks.
Contoh : ion kompleks tetra sianonikelat II dikatakan stabil karena harga Kf besar yaitu : 1x1030
Ni2+ + 4 CN- ® [Ni (CN)4]2-
Dengan menggunakan ion sianida berlabel isotop radioaktif C-14 ion kompleks [Ni (CN)4]2- menunjukkan pertukaran ligan sangat cepat dalam larutan. Kesetimbangan ini tercapai begitu spesi dicampurkan.
[Ni(CN)4]2- + 4 *CN- Û [Ni(*CN)4]2- + 4CN- Dimana tanda asterisk (*) menyatakan atom C -14 kompleks seperti ion tetra siano nikelat II disebut kompleks labil sebab kompleks ini mengalami reaksi pertukaran ligan dengan cepat. Jadi spesi yang stabil seacara termodinamika (artinya : spesi yang konstanta pembentukannya besar) tidak selalu tidak reaktif.
Salah satu kompleks yang secara termodinamika tak stabil dalam larutan asam ialah [Cu (NH3)6]3+. Konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini sekitar 1x1020. [Co (NH3)6]3+ + 6H+ + 6H2O Û [Co (H2O)6]3+ + 6NH4+.
Ketika kesetimbangan tercapai, konsentrasi ion [Co (H2O)6]3+ sangat rendah. Ini merupakan satu contoh dari kompleks inert, yaitu kompleks yang mengalami reaksi pertukaran sangat lambat (supaya reaksinya selesai membutuhkan waktu dalam hitungan jam atau bahkan hari). Ini menunjukkan spesi yang tidak stabil secara termodinamika tidak selalu berarti reaktif sacara kimia.

b.      Mekanisme Reaksi Substitusi
Pemahaman efek ligan yang keluar (x) dan ligan yang masuk (y) pada laju substitusi dan spesi senyawa antara (intermediet) penting untuk mengelusidasi reaksi kompleks logam. Khususnya bermamfaat untuk merangkumkan struktur elektronik logamnya, stereo kimia kompleksnya dan korelasi antar parameter yang mewakili sterik senyawa dan laju reaksi. Umumnya mekanisme reaksi dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
1. Mekanisme disosiatif
2. Mekanisme asosiatif
3. Mekanisme pertukaran

1)      Mekanisme Disosiatif
Reaksi substitusi yang sangat sensitif pada identitas ligan yang keluar (x) dan praktis tidak sensitif pada identitas ligan yang masuk.
Kompleks terdisosiasi, melepaskan ligan yang diganti kekosongan dalam kulit koordinasi lalu diisi ligan yang baru. Jalur ini dapat dinyatakan sebagai berikut : [L5MX]n+ X- + [L5M](n+1)+ [L5MY]n+¯
Zat intermediate. Hal yang penting disini ialah, bahwa tahap pertama dimana X- dilepaskan berlangsung relatif lambat, jadi menentukan laju berlangsungnya proses total dengan kata lain sekali kompleks intermediet terbentuk akan seg bereaksi dengan ligan baru Y- . Mekanisme disosiatif sering dijumpai dalam kompleks heksakoordinat dimana proses melepaskan (eliminasi) X- diikuti dengan peningkatan spesi molekular dalam tahap senyawa intermediet, aktivasi entropinya (Ds) bernilai positif. Dan terjadi penurunan bilangan koordinasi dispesi intermediet.

2)      Mekanisme Asosiatif
Laju substitusi ligan kompleks bergantung pada ligan Y yang berkoordinasi dengan logam pusat dan tidak sensitif pada ligan yang keluar (X). Dalam hal ini ligan baru menyerang kompleks secara laangsung membentuk kompleks teraktifkan berkoordinasi -7, yang kemudian melepaskan ligan yang ditukar. Hal ini dapat ditunjukkan dalam skema.
[L5MX]n+ + Y- [L5MX]n+ + X-
Reaksi ini disertai reduksi spesi molekuler dalam tahap antara, dimana pengukuran termodinamikanya mengindikasikan entropi aktivasi bernilai negatif dan tejadii peningkatan bilangan koordinasi.
Reaksi substitusi asosiatif sering diamati pada senyawa seperti :
Kompleks Pt (II) planar tetra koordinat diman zat intermedietnya adalah kompleks penta koordinat bipiramidal segitiga, jika senyawa heksa koordinat, zat yang menjadi intermediet adalah komplek hepta koordinat.

3)      Mekanisme Pertukaran
Reaksi berlangsung melalui mekanisme pertukaran, ketika koordinasi Y dan eliminasi X berlangsung bersamaan.

3.      Pengaruh ligan atom pusat pada warna senyawa kompleks
a.      Banyak kompleks logam transisi memiliki warna yang khas. Hal ini berarti ada absorpsi di daerah sinar tampak dari elektron yang dieksitasi oleh cahaya tampak dari tingkat energi orbital molekul kompleks yang diisi elektron ke tingkat energi yang kosong. Bila perbedaan energi antar orbital yang dapat mengalami transisi disebut ΔΕ, frekuensi absorpsi ν diberikan oleh persamaan ΔΕ = hν. Transisi elektronik yang dihasilkan oleh pemompaan optis (cahaya) diklasifikasikan secara kasar menjadi dua golongan. Bila kedua orbital molekul yang memungkinkan transisi memiliki karakter utama d, transisinya disebut transisi d-d atau transisi medanligan, dan panjang gelombang absorpsinya bergantung sekali pada pembelahan medanligan. Bila satu dari dua orbital memiliki karakter utama logam dan orbital yang lain memiliki karakter ligan, transisinya disebut transfer muatan. Transisi transfer muatan diklasifikasikan atas transfer muatan logam ke ligan (metal (M) to ligand (L) charge-transfers (MLCT)) dan transfer muatan ligan ke logam (LMCT).
Karena analisis spektra kompleks oktahedral cukup mudah, spektra kompleks ini telah dipelajari dengan detail beberapa tahun. Bila kompleks memiliki satu elektron d, analisisnya sangat sederhana. Misalnya, Ti dalam [Ti(OH2)6] 3+ adalah ion d1, dan elektronnya menempati orbital t2g yang dihasilkan oleh pembelahan medan ligan oktahedral. Kompleksnya bewarna ungu akibat absorpsi pada 492 nm (20300 cm-1) berhubungan dengan pemompaan optis elektron d ke orbital eg. Namun, dalam kompleks dengan lebih dari satu elektron d, ada interaksi tolakan antar elektron, dan spektrum transisi d-d memiliki lebih dari satu puncak. Misalnya kompleks d3 [Cr(NH3)6]3+ menunjukkan dua puncak absorpsi d-d pada 400 nm (25000 cm-1), menyarankan bahwa kompleksnya memiliki dua kelompok orbital molekul yang memungkinkan transisi elektronik dengan probabilitas transisi uang besar. Hal ini berarti, bila tiga elektron di orbital t2g dieksitasi ke orbital eg, ada perbedaan energi karena interaksi tolakan antar elektron. Jadi warna itu muncul akibat interaksi optis (pemompaan optis/cahaya) ligan dengan atom pusat setelah dalam bentuk senyawa kompleksnya
Teori medan ligan
 
Teori medan ligan adalah satu dari teori yang paling bermanfaat untuk menjelaskan struktur elektronik kompleks. Awalnya teori ini adalah aplikasi  teorimedan kristal pada sistem kompleks.

Kompleks oktahedral berbilangan koordinasi enam

Lima orbital d dalam kation logam transisi terdegenerasi dan memiliki energi yang sama.
Medan listrik negatif yang sferik di sekitar kation logam akan menghasilkan tingkat energi total yang lebih rendah dari tingkat energi kation bebas sebab ada interaksi elektrostatik. Interaksi repulsif antara elektron dalam orbital logam danmedanlistrik mendestabilkan sistem dan sedikit banyak mengkompensasi stabilisasinya.
Kini ion tidak berada dalam medan negatif yang uniform, tetapi dalam medan yang dihasilkan oleh enam ligan yang terkoordinasi secara oktahedral pada atom logam. Medannegatif dari ligan disebut dengan medanligan. Muatan negatif, dalam kasus ligannya anionik, atau ujung negatif (pasangan elektron bebas) dalam kasus ligan netral, memberikan gayatolakan pada orbital d logam yang anisotropik bergantung pada arah orbital. Positisi kation logam dianggap pusat koordinat Cartesius. Maka, orbital dx2-y2 dan dz2 berada searah dengan sumbu dan orbital dxy, dyz, dan dxz berada di antara sumbu. Bila ligan ditempatkan di sumbu, interaksi repulsifnya lebih besar untuk orbital eg (dx2-y2, dz2) daripada untuk orbital t2g (dxy, dyz, dxz), dan orbital eg didestabilkan dan orbital  t2g distabilkan dengan penstabilan yang sama. Dalam diskusi berikut ini, hanya perbedaan energi antara orbital t2g dan eg sangat penting dan energi rata-rata orbital-orbital ini dianggap sebagai skala nol. Bila perbedaan energi dua orbital eg dan tiga orbital t2g dianggap ∆o, tingkat energi eg adalah +3/5∆o dan tingkat energi orbital t2g adalah -2/5∆o (Gambar 6.6). (∆o biasanya juga diungkapkan dengan 10 Dq. Dalam hal ini energi eg menjadi 6 Dq dan energi t2g-4 Dq).
Ion logam transisi memiliki 0 sampai 10 elektron d dan bila orbital d yang terbelah diisi dari tingkat energi rendah, konfigurasi elektron  t2gxegy yang berkaitan dengan masing-masing ion didapatkan. Bila tingkat energi nol ditentukan sebagai tingkat energi rata-rata, energi konfigurasi elektron relatif terhadap energi nol adalah
LFSE = (-0.4x+0.6y)∆0
Nilai ini disebut energi penstabilan medanligan (ligand field stabilization energy = LFSE). Konfigurasi elektron dengan nilai LFSE lebih kecil (dengan memperhitungkan tanda minusnya) lebih stabil. LFSE adalah parameter penting untuk menjelaskan kompleks logam transisi.
Syarat lain selain tingkat energi yang diperlukan untuk menjelaskan pengisian elektron dalam orbital  t2g dan eg adalah energi pemasangan. Bila elektron dapat menempati orbital dengan spin antiparalel, namun akan ada tolakan elektrostatik antar elektron dalam orbital yang sama. Tolakan ini disebut energi pemasangan (pairing energy = P).
Bila jumlah elektron d kurang dari tiga, energi pemasangan diminimasi dengan menempatkan elektron dalam orbital  t2g dengan spin paralel. Dengan demikian konfigurasi elektron yang dihasilkan adalah t2g1, t2g2, atau t2g3.
Dua kemungkinan yang mungkin muncul bila ada elektron ke-empat. Orbital yang energinya lebih rendah t2g lebih disukai tetapi pengisian orbital ini akan memerlukan energi pemasangan, P.
Energi totalnya menjadi
-0.4∆o × 4 + p  = -1.6∆o + P
Bila elektron mengisi orbital yang energinya lebih tinggi eg, energi totalnya menjadi
-0.4∆o × 3 + 0.6∆o = -0.6∆o
Konfigurasi elektron yang akan dipilih bergantung pada mana dari keduanya yang nilainya lebih besar. Oleh karena itu bila ∆o > P, t2g4 lebih disukai dan konfigurasi ini disebut medan kuat atau konfigurasi elektron spin rendah. Bila ∆o < P, t2g3 eg1 lebih disukai dan konfigurasi ini disebut medan lemah atau konfigurasi elektron spin tinggi. Pilihan yang sama akan terjadi untuk kompleks oktahedral d5, d6, dan d7 dan dalam medan kuat akan didapat t2g5, t2g6, t2g6 eg1 sementara dalam medan lemah akan lebih stabil bila konfigurasinya t2g3 eg2, t2g4 eg2, t2g5 eg2. Parameter pemisahan medan ligan ∆o ditentukan oleh ligan dan logam, sementara energi pemasangan, P, hampir konstan dan menunjukkan sedikit ketergantungan pada identitas logam.

 Ikatan σ
· Orbital-orbital molekul yang dibentuk oleh koordinasi dapat dilihat sebagai akibat dari donasi dua elektron oleh tiap-tiap donor σ ligan ke orbital-d logam. Pada kompleks oktahedral, ligan mendekat ke logam sepanjang sumbu x, y, dan z, sehingga orbital simetri σ nya membentuk kombinasi ikatan dan anti-ikatan pada orbital dz2 dan dx2y2. Orbital dxy, dxz dan dyz yang tersisa menjadi orbital non-ikatan. Beberapa interaksi ikatan (dan anti-ikatan) yang lemah dengan orbital s dan p logam juga terjadi, menghasilkan total 6 orbital molekul ikatan (dan 6 orbital anti-ikatan).

· Ligand-Field scheme summarizing σ-bonding in the octahedral complex [Ti(H2O)6]3+. Dalam istilah simetri molekul, enam orbital pasangan menyendiri ligan-ligan membentuk enam kombinasi linear simetri tersuai (Bahasa Inggris: Symmetry adapated linear combination) orbital atau juga disebut sebagai orbital kelompok ligan (ligand group orbitals). Representasi taktereduksinya adalah a1g, t1u dan eg. Logam juga mempunyai enam orbital valensi yang memiliki representasi taktereduksi yang sama, yaitu orbital s berlabel a1g, orbital p berlabel t1u, dan orbital dz2 beserta dx2y2 berlabel eg. Enam orbital molekul ikatan σ dihasilkan oleh kombinasi orbital SALC ligan dengan orbital logam yang bersimetri sama.
             Ikatan π
Ikatan π pada kompleks oktahedral terbentuk dengan dua cara: via orbital p ligan yang tidak digunakan pada ikatan σ, ataupun via orbital molekul π atau π* yang terdapat pada ligan. Orbital-orbital p logam digunakan untuk ikatan σ, sehingga interaksi π terjadi via orbital d, yakni dxy, dxz dan dyz. Orbital-orbital ini adalah orbital yang tidak berikatan apabila hanya terjadi ikatan σ.
Satu ikatan π pada kompleks koordinasi yang penting adalah ikatan π logam ke ligan, juga dikenal sebagai ikatan balik π. Ia terjadi ketika LUMO ligannya adalah orbital π* anti-ikatan. Orbital-orbital ini berenergi sangat dekat dengan orbital-orbital dxy, dxz dan dyz orbitals, sehingga mereka dapat membentuk orbital ikatan. Orbital anti-ikatan ini berenergi lebih tinggi daripada orbital anti-ikatan dari ikatan σ bonding, sehingga setelah orbital ikatan π yang baru terisi dengan elektron dari orbital-orbital d logam, ΔO meningkat dan ikatan antara ligan dengan logam menguat. Ligan-ligan pada akhirnya memiliki elektron pada orbital molekul π*-nya, sehingga ikatan π pada ligan melemah.
Bentuk koordinasi ikatan π yang lain adalah ikatan ligan ke logam. Hal ini terjadi apabila orbital simetri- π p atau orbital π pada ligan terisi. Ia bergabung dengan orbital dxy, dxz dan dyz logam, dan mendonasikan elektron-elektronnya, sehingga menghasilkan ikatan simetri-π antara ligan dengan logam. Ikatan logam-ligan menguat oleh interaksi ini, namun orbital molekul anti-ikatan dari ikatan ligan ke logam tidak setinggi orbital molekul anti-ikatan dari ikatan σ. Ia terisi dengan elektron yang berasal dari orbital d logam dan menjadi HOMO kompleks tersebut. Oleh karena itu, ΔO menurun ketika ikatan ligan ke logam terjadi.

Stabilisasi yang dihasilkan oleh ikatan logam ke ligan diakibatkan oleh donasi muatan negatif dari ion logam ke ligan. Hal ini mengijinkan logam menerima ikatan σ lebih mudah. Kombinasi ikatan σ ligan ke logam dan ikatan π logam ke ligan merupakan efek sinergi dan memperkuat satu sama lainnya.

Karena enam ligan mempunyai dua orbital simetri π, terdapat total keseluruhan dua belas orbital tersebut. Kombinasi linear simetri tersuainya mempunyai empat degenerat triplet representasi taktereduksi, salah satunya bersimetri t2g. Orbital dxy, dxz dan dyz pada logam juga mempunyai simetri ini, sehingga ikatan π yang terbentuk antara logam pusat dengan enam ligan juga mempunyai simetri tersebut.

Ø Sintesis senyawa kompleks
Banyak sintesis senyawa kompleks yang telah dilakukan menghasilkan senyawa antara sebagai katalis yang dapat membantu dalam reaksi-reaksi kimia. Salah satu senyawa yang dapat digunakan dalam sintesis kompleks adalah ligan yang berasal dari basa Schiff, dimana senyawa kompleks yang terbebtuk merupakan salah satu senyawa antara yang dapat digunakan untuk bermacam penerapan ilmu, seperti dalam ilmu biologi, klinik dan analitik. Kerja dan aktivitas obat menunjukkan kenaikan setelah dijadikan logam-logam transisi terkhelat yang ternyata lebih baik daripada hanya menggunakan senyawa organik.Logam-logam transisi seperti Mn(II), Cu(II) merupakan asam yang baik dalam pembentukan senyawa kompleks dengan ligan basa Schiff. Prinsip yang digunakan adalah prinsip reaksi kondensasi dimana dua atau lebih molekul bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil seperti reaksi pada ligan basa Schiff turunanan dari karbazona dan anilina. Sintesis ligan basa Schiff melalui reaksi kondensasi yang terjadi pada 1,5 dimethylkarbazona dan anilina, menunjukkan bahwa keduanya mempunyai nitrogen dan oksigen yang merupakan donor karena memiliki pasangan elektron bebas yang dapat disumbangkan dalam ikatan kovalen koordinasi yang terbentuk dalam senyawa kompleks. Ligan inilah yang kemudian akan diikatkan atau digabungkan dengan logam-logam transisi seperti Mn(II), Cu(II) membentuk senyawa kompleks. Ligan yang terbentuk tergolong dalam ligan multidentat atau ligan khelat, tergantung dari banyaknya tempat yang dapat diikat oleh atom pusat.Senyawa kompleks yang terbentuk dari ligan basa Schiff dan ion logam transisi merupakan katalisator, dan dalam prosesnya terjadi hibridisasi yang berbeda-beda untuk tiap logam. Struktur senyawa kompleks dapat dijelaskan melalui teori ikatan valensi, teorimedankristal dan teori orbital molekul.


Ø Struktur Elektronik Kompleks
Diperlukan beberapa konsep untuk memahami struktur, spektrum, kemagnetan, dan kereaktifan kompleks yang bergantung pada konfigurasi elektron  d. Khususnya, teori struktur elektronik sangat penting.Beberapa ligan dapat dideretkan dalam suatu deret spektrokimia berdasarkan kekuatan medannya, yang tersusun sebagai berikut : I- < Br- < S2- < SCN- < Cl- < NO3- < F- < OH-< Ox2- < H2O < NCS- < NH3 < en < bipi < fen < NO2- < CN- < CO, dengan Ox = oksalat, en =etilendiamin, bipi = 2,2’-bipiridin dan fen = fenantrolin ( Huhey, 1993). Ligan NO2 dalam deret spektrokimia lebih kuat dibandingkan ligan-ligan feroin (fenantrolin, bipiridin dan etilendiamin) dan lebih lemah dari ligan CN.
Ø Kegunaan senyawa kompleks
Senyawa kompleks sebagai katalis
Studi mengenai senyawa kompleks logam transisi menjadi sangat menarik terkait sifat kimianya yang dapat diaplikasikan sebagai katalis. Sifat-sifat logam pusat seperti muatan, tingkatan oksidasi, konfigurasi elektron dan geometri akan memberikan pengaruh pada reaktifitas senyawa kompleks tersebut.

Katalis senyawa kompleks logam transisi dengan rumus umum [M(L)n]x[A]y dimana M adalah ion logam pusat, L adalah ligan lemah dan A adalah anion lawan berdaya koordinasi lemah atau sama sekali non koordinasi, beberapa diantaranya telah diaplikasikan sebagai katalis dalam reaksi kimia organik. Reaktifitas senyawa kompleks logam transisi ini sebagai katalis muncul disebabkan oleh karena dua hal. Pertama, ligan lemah yang terikat pada ion logam pusat dapat dengan mudah disubsitusi atau digantikan kedudukannya oleh substrat. Kedua, anion lawan yang berdaya koordinasi lemah atau sama sekali non koordinasi yang merupakan suatu asam lewis kuat, dapat meningkatkan keasaman lewis dari logam pusat. Keasaman diperlukan untuk menarik substrat agar terikat ke pusat aktif logam. Beberapa senyawa kompleks tembaga(II) seperti [Cu(NCCH3)6][B(C6F5)4]2 dan [Cu(NCCH3)6][BF4]2 dilaporkan telah berhasil disintesis dan diaplikasikan pada reaksi kimia organik seperti aziridinasi dan siklopropanasi berbagai senyawa olefin pada tempratur ruang baik pada fasa homogen maupun heterogen. Pada fasa homogen, katalis-katalis ini menunjukkan hasil yang memuaskan dengan rendemen hasil dan selektifitas yang tinggi. Sedangkan pada fasa heterogen katalis-katalis ini menunjukkan penurunan aktifitas setelah digunakan untuk beberapa kali reaksi. Meski demikian, katalis homogen masih memiliki beberapa kelemahan seperti sulitnya pemisahan dari produk, serta akumulasi logam dan ligan yang bersifat toksik dari senyawa komplek logam transisi yang dapat mecemari lingkungan


Ø Warna kompleks logam transisi
Warna-warna cerah yang terlihat pada kebanyakan senyawa koordinasi dapat dijelaskan dengan teori medan kristal ini. Jika orbital-d dari sebuah kompleks berpisah menjadi dua kelompok seperti yang dijelaskan di atas, maka ketika molekul tersebut menyerap foton dari cahaya tampak, satu atau lebih elektron yang berada dalam orbital tersebut akan meloncat dari orbital-d yang berenergi lebih rendah ke orbital-d yang berenergi lebih tinggi, menghasilkan keadaam atom yang tereksitasi. Perbedaan energi antara atom yang berada dalam keadaan dasar dengan yang berada dalam keadaan tereksitasi sama dengan energi foton yang diserap dan berbanding terbalik dengan gelombang cahaya. Karena hanya gelombang-gelombang cahaya (λ) tertentu saja yang dapat diserap (gelombang yang memiliki energi sama dengan energi eksitasi), senyawa-senyawa tersebut akan memperlihatkan warna komplementer (gelombang cahaya yang tidak terserap).
Seperti yang dijelaskan di atas, ligan-ligan yang berbeda akan menghasilkan medan kristal yang energinya berbeda-beda pula, sehingga kita bisa melihat warna-warna yang bervariasi. Untuk sebuah ion logam, medan ligan yang lebih lemah akan membentuk kompleks yang Δ-nya bernilai rendah, sehingga akan menyerap cahaya dengan λ yang lebih panjang dan merendahkan frekuensi ν. Sebaliknya medan ligan yang lebih kuat akan menghasilkan Δ yang lebih besar, menyerap λ yang lebih pendek, dan meningkatkan ν. Sangtalah jarang energi foton yang terserap akan sama persis dengan perbedaan energi Δ; terdapat beberapa faktor-faktor lain seperti tolakan elektron dan efek Jahn-Teller yang akan mempengaruhi perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitas












Ø TATA NAMA SENYAWA KOMPLEKS

Tata cara penamaan senyawa kompleks antara lain dipublikasikan oleh IUPAC dalam Nomenclature of Inorganic Chemistry ( Blackwell Scientific Publisher, 1989).
Beberapa aturan dasar dalam penamaan senyawa kompleks dijelaskan berikut ini.

Ø PENULISAN NAMA SENYAWA KOMPLEKS
                Dalam menuliskan nama dari suatu senyawa kompleks, beberapa aturan dasar adalah sebagai berikut :
1.       Nama ion positif dalam senyawa kompleks dituliskan di awal, diikuti nama ion negatif
2.       Untuk menuliskan nama ion kompleks, nama ligan dituliskan pertama dan diurutkan secara alfabetis (tanpa memandang jenis muatannya), diikuti oleh nama logam
Contoh :
v  [CoSO4(NH3)4]NO3
tetraamminsulfatkobalt (III) nitrat
v  K4[Fe(CN)6]
kalium heksasianoferat (II)
3.       Jika dalam senyawa kompleks ada sejumlah ligan yang sama, biasanya digunakan awalan di, tri, tetra, penta, heksa, dan seterusnya untuk menunjukkan jumlah ligan dari jenis itu. Suatu pengecualian terjadi jika nama dari suatu ligan mengandung suatu angka, misalnya dipiridil atau etilendiamin. Untuk menghindari kerancuan dalam kasus semacam itu, digunakan awalan bis, tris, dan tetrakis sebgai ganti di, tri, dan tetra, dan nama dari ligan ditempatkan dalam tanda kurung.



Contoh :
v  [Co(en)3]2(SO4)3
Tris(etilendiammin)kobalt(III) sulfat
v  [Co(en)2(ONO)Cl]Cl
Bis(etilendiammin)nitritokobalt(III) klorida

Contoh lain :
DipiridinSenyawa [Cu(py)2Cl2], (py adalah ligan piridin), tidak dinamakan sebagai diklorodipiridintembaga (II). Kompleks tersebut dinamakan sebagai kompleks diklorobis(piridin)tembaga(II). Penamaan tersebut dikarenakan kompleks mengandung 2 ligan piridin, bukan 1 ligan dipiridin.
Piridin


(a)                                                                                    (b)

Gambar a. ligan piridin
Gambar b. ligan dipiridin





Aturan Penulisan Nama Ligan
(a)          Nama dari ligan yang bermuatan negatif beri akhiran –o, contohnya:
F-         fluoro
Cl-        kloro
Br-       bromo
I-          iodo
H-         hidrida
OH-      hidrokso
O2-       okso
O2-2      perokso
HS-       merkapto
S2-        thio
CN-      siano
NO2-    nitro

(b)         Ligan yang tidak bermuatan atau netral tidak diberi akhiran khusus. Contohnya meliputi NH3 (amina), H2O (akua), CO (karbonil) dan NO (nitrosil). Ligan N2 dan O2 disebut dinitrogen dan dioksigen. Ligan organik biasanya disebut dengan nama lazimnya, contohnya fenil, metil, etilendiamin, piridin, trifenilfosfin
(c)          Walaupun jarang ada, ligan yang bermuatan positif diberi akhiran –ium, misalnya NH2NH3+ (hidrazinium)

Beberapa ligan yang cukup rumit strukturnya atau memiliki nama yang cukup panjang dapat dituliskan dengan menggunakan singkatan tertentu. Beberapa nama ligan yang umumnya disingkat dapat dilihat dalam tabel berikut.







Nama ligan
Simbol/singkatan
n  Etilendiamin
n  Piridin
n  Propilendiammin
n  Dietilendiammin
n  Trietilendiammin
n  Bipiridin
n  Etilendiamintetraasetat
n  Dimetilglioksimat
n  Fenantrolin
en
py
pn
dien
trien
bipy
EDTA
DMG
Phen

Aturan Penulisan Nama Logam
a.       Nama logam pusat dalam ion kompleks dituliskan paling akhir
b.      Logam pada kompleks negatif (anion) diberi akhiran –at
Contoh : Na[Co(CO)4] = natrium tetrakarbonilkobaltat (I)
c.       Logam pada kompleks netral atau kompleks positif (kation) tidak diberi akhiran khusus
Contoh :
[Co(NO2)3(NH3)3] = Triammindinitrokobalt(III)
[CoSO4(NH3)4]NO3 = Tetraamminsulfatokobalt(III)
d.      Muatan dari logam pusat ditunjukkan dengan angka Romawi yang langsung dituliskan di belakang nama logam tersebut

Ø    PENULISAN RUMUS MOLEKUL SENYAWA KOMPLEKS
Dalam menuliskan rumus molekul senyawa kompleks, ada beberapa aturan yang harus iikuti, yaitu sebagai berikut :
1.             Ion kompleks dituliskan dalam tanda kurung persegi    “ […..]
2.             Logam dituliskan pertama, diikuti ligan
3.             Ligan dituliskan setelah logam dengan urutan :
ligan negatif – ligan netral – ligan positif
4.             Urutan penulisan ligan dengan muatan yang sama  disesuaikan dengan urutan abjad
Contoh :
v  triammintrinitrokobalt (III) = [Co(NO2)3(NH3)3]
v  kalium nitrosilpentasianoferat(II) = K[Fe(CN)5NO]
LIGAN AMBIDENTAT
Beberapa jenis ligan memiliki lebih dari satu pasang elektron bebas yang bisa digunakan dalam pembentukan ikatan, sehingga dapat terikat pada logam melalui atom yang berbeda. Ligan semacam ini disebut sebagai ligan ambidentat.
Contoh :
v  NO2- : nitro                          ONO- : nitrito
Ligan nitro berikatan dengan logam melalui pasangan elektron bebas pada atom N. Adapun ligan nitrito berikatan dengan logam melalui psangan elektron bebas yang dimiliki oleh atom O
v  SCN- : tiosianato               NCS- : isotiosiano
Tiosianat terikat pada logam melalui atom S. Sedangkan isotiosianta membentuk ikatan dengan logam melalui pasangan elektron bebas yang dimiliki oleh atom N


Atom pada ligan yang berikatan dengan logam dapat pula ditunjukkan dengan menuliskannya dalam huruf kapital
Contoh :
v  [Co(NH3)5(NO2)]Cl2            (kuning-kecoklatan)
Pentaamminnitrokobalt(III) klorida
pentaamminnitrito-N-kobalt(III) klorida
v  [Co(NH3)5(ONO)]Cl2           (merah)
Pentaamminnitritokobalt(III) klorida
Pentaamminnitrito-O-kobalt(III) klorida
LIGAN JEMBATAN
Pada sejumlah kompleks, terdapat lebih dari satu atom logam sebagai atom pusat dari kompleks tersebut. Kedua atom logam dihubungkan oleh ligan yang berfungsi sebagai jembatan dengan menghubungkan 2 atom logam tersebut. Ligan semacam ini disebut sebagai ligan jembatan
Ligan yang berfungsi sebagai ligan jembatan pada penulisannya diberi awalan μ. Jika ada dua atau lebih ligan jembatan, dinyatakan sebagai di-μ atau μ-di,tri-μ atau μ-tri, dan seterusnya
Urutan ligan jembatan dalam penulisan nama kompleks disesuaikan secara alfabetis dengan ligan-ligan lainnya dalam kompleks tersebut
Ligan Jembatan1Contoh :


Oktaammine μ-dihidroksodikobalt(III) sulfat

D.       Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan Pembentukan Tahapan Senyawa Kompleks,yaitu :

1.      Alat  yang digunakan
No.
Alat
Jumlah
1.
Tabung Reaksi
1 buah
2.
Penangas air dan hotplate
1 buah
3.
Gelas ukur 10 mL
1 buah
4.
Pipet Tetes
1 buah

2.      Bahan yang digunakan
No.
Bahan
Jumlah
1.
Larutan NCl2.6H2O 0,1 M
2 mL
2.
Larutan NH4OH  0,1 M
secukupnya

E.        Prosedur Percobaan
1.    Memasukan 2 mL larutan NCl2.6H2O ke dalam tabung reaksi. Mencatat larutan yang ada.
2.    Memasukan satu tetes larutan amonia secara perlahan ke dalam tabung reaksi (jangan mengenai dinding tabung reaksi) lalu menggoncang tabung secara perlahan dan hati-hati, mengamati apa yang terjadi.
3.    Lanjutkan penambahan larutan amonia etes yang kedua, ketiga, keempat,dan seterusnya dan setiap penambahan tetes amonia ini tabung reaksi diguncang perlahan dengan mengamai apa yang terjadi.
4.    Melakukan penambahan larutan amonia sampai tidak ada perubahan warna larutan dalam tabung reaksi.
5.    Memanaskan tabung reaksi setelah langkah 4 dalam penangas air yang sudah hampir mendidih selama 30 menit.












F.         Hasil Pengamatan
No
Perlakuan
Hasil
1
Memasukan 2 mL larutan NiCl2.6H2O ke dalam tabung reaksi. Mencatat larutan yang ada.
Warna larutan NiCl2.6H2O = hijau
Warna larutan NH4OH = bening
2
Memasukan satu tetes larutan amonia secara perlahan ke dalam tabung reaksi (jangan mengenai dinding tabung reaksi) lalu menggoncang tabung secara perlahan dan hati-hati, mengamati apa yang terjadi.

·      Pada tetes pertama = warna hijau menjadi lebih muda
·      Pada tetes kedua = warna hijau makin pudar.
·      Pada tetes ke 3 – ke 26 = warna hijau menjadi lebih pudar dari sebelumnya.


3
Lanjutkan penambahan larutan amonia etes yang kedua, ketiga, keempat,dan seterusnya dan setiap penambahan tetes amonia ini tabung reaksi diguncang perlahan dengan mengamai apa yang terjadi.


4
Melakukan penambahan larutan amonia sampai tidak ada perubahan warna larutan dalam tabung reaksi.


5
Memanaskan tabung reaksi setelah langkah 4 dalam penangas air yang sudah hamper mendidih selama 30 menit.

·       Pada 2 menit pertama : endapan naik ke atas dan warna memudar.
·        Pada 4 menit pertama : keruhan agak bening, endapan naik ke atas.
·       Pada 6 menit pertama : endapan naik ke atas dan warna memudar. Timbu gelembung pada dinding-dinding tabng reaksi.
·       Pada 8 menit : endapan turun sebagian, dan gelembung berkrang.
·       Pada 10 menit : endapannya mengumpul ke atas dan warna semakin memudar.
·       Pada 12 menit : endapan semakin banyak, gelembng dinding semakin banyak.
·       Pada 14 menit : endapan semakin banyak, gelembung di dindng makin banyak.
·       Pada 16 menit : endapan semakin banyak, gelembung di dinding makin banyak.
·       Pada 18 menit : sama pada menit ke 16.
·       Pada 20 menit : laurtan semakin memudar, endapan naik ke atas.
·       Pada 22 menit : endapan berkurang, dan endapan naik ke atas.
·       Pada 24-28 menit : sama pada menit ke 22.
·       Pada 30 menit : endapannya di atas, gelembung di dinding semakin berkurang, dan warna larutan semakin memudar menjadi hijau muda.

















G.       Pembahasan Hasil Percobaan
Memasukan 2 mL larutan NiCl2.6H2O ke dalam tabung reaksi dan mencatat larutan yang ada. Warna larutan NiCl2.6H2O adalah hijau dan warna larutan NH4OH adalah  bening. Memasukan 1 tetes larutan ammonia secara berlahan kedalam tabung reaksi (jangan mengenai dinding tabung reaksi), lalu menggoncang tabung secara berlahan dan hati-hati dan mengamati apa yang terjadi. Memasukkan setetes demi setetes larutan ammonia.:
·         Pada tetes pertama warna larutan warna hijau menjadi lebih muda dari sebelumnya.
·         pada tetes kedua warna hijau makin pudar dari  larutan tetes yang pertama,
·          pada tetes ketiga warna hijau makin pudar dari larutan tetes yang kedua,
·         pada tetes keempat warna hijau makin pudar dari larutan tetes yang ketiga,
·         pada tetes kelima warna hijau makin pudar dari larutan tetes yang keempat,
·         pada tetes keenam warna hijau makin pudar dari larutan tetes yang kelima,
·         pada tetes ketujuh warna  hijau makin pudar dari larutan tetes yang keenam,
·         pada tetes kedelapan warna hijau makin pudar dari larutan tetes yang ketujuh,
·         pada tetes kesembilan warna hijau makin memudar dari larutan tetes ke delapan,
·         pada tetes kesepuluh warna hijau makin memudar dari larutan tetes kesembilan,
·         pada tetes kesebelas warna hijau makin memudar dari larutan tetes kesepuluh,
·         pada tetes keduabelas wana hijau makin memudar dari larutan tetes kesebelas,
·         pada tetes ketigabelas wara hijau makin memudar dari larutan tetes keduabelas,
·         dan seterusnya sampai tetes ke 26 semakin memudar sampai tidak ada perubahan warna lagi dalam tabung.
Pemudaran warna tersebut disebabkan karena NiCl2.6H2O bereaksi dengan ammonia sehingga warna NiCl2.6H2O   yang tadinya hijau ketika ditambahkan amoniak setetes demi setetes kedalam larutan NiCl2.6H2O menjadi semakin memudar.
     Selanjutnya memanaskan tabung reaksi dalam penanggas air yang sudah hampir mendidih selama 30 menit.
·       Pada 2 menit pertama : endapan naik ke atas dan warna memudar.
·       Pada 4 menit pertama : keruhan agak bening, endapan naik ke atas.
·       Pada 6 menit pertama : endapan naik ke atas dan warna memudar. Timbu gelembung pada dinding-dinding tabng reaksi.
·       Pada 8 menit : endapan turun sebagian, dan gelembung berkrang.
·       Pada 10 menit : endapannya mengumpul ke atas dan warna semakin memudar.
·       Pada 12 menit : endapan semakin banyak, gelembng dinding semakin banyak.
·       Pada 14 menit : endapan semakin banyak, gelembung di dindng makin banyak.
·       Pada 16 menit : endapan semakin banyak, gelembung di dindng makin banyak.
·       Pada 18 menit : sama pada menit ke 16.
·       Pada 20 menit : laurtan semakin memudar, endapan naik ke atas.
·       Pada 22 menit : endapan berkurang, dan endapan naik ke atas.
·       Pada 24-28 menit : sama pada menit ke 22.
·       Pada 30 menit : endapannya di atas, gelembung di dinding semakin berkurang, dan warna larutan semakin memudar menjadi hijau muda.
Setelah NiCl2.6H2O dipanaskan dan ditetesi ammonia sehingga bereaksi menghasilkan NiCl2.6NH3. Mengakibatkan larutan tersebut terjadi keseimbangan, sehingga reaksi kembali ke awal. Membentuk endapan  NiCl2.6H2O dan warnanya menjadi memudar.


















H.       Jawaban Pertanyaan

1.    Tuliskan persamaan reaksi yang mungkin terjadi dalam semua percobaan yang anda lakukan!
2.    Dengan menganggap 1 tetes = 0,05 mL. hitunglah massa maksimum dari senyawa kompleks yang dapa terbnetuk dari penambanhan 10 tetes ammonia dalam percobaan anda!
3.    Mengapa warna larutan dalam tabung berubah setelahtabung dipanaskan dalam penangas air?

Penyelasaian :
1.    Persamaan reaksi : NCl2.6H2O + 6NH3                                                     NiCl2.6NH3 + 6H20

2.    Diketahui :       1 tetes             =  0,05 mL
V NH3              =  10 tetes x 0,5 mL = 0,5 mL
V NiCl2.6H2O   =   2 mL
Mr NiCl2.6H2O =   232
M NH3              =   0,1 M
M NiCl2.6H2O  =  o,1 M
Ditanya : massa maksimum NiCl2.6NH3 ?
Jawab :
Ø M NH3   =  
n NH3     =  M NH3 x V NH3
                         =   0,1 mmol/mL  x 0,5 mL
               =   0,05 mmol

Ø M NiCl2.6NH3 =  
n NH3     =  M NH3 x V NH3
                         =   0,1 mmol/mL  x 0,5 mL
               =   0,05 mmol

3.    Warna larutan dalam tabunggg berubah setelah tabung dipanaskan dalam penangas air karena adanya pengaruh suhu pada larutan sehingga warna larutan semakin memudar.
Sebelum NiCl2.6H2O dipanaskan diteteskan dengan NH3 sehingga bereaksi mengahsilkan NiCl2.6NH3. setelah pemanasan mengakibatkan larutan tersebut terjadi keseimbangan sehingga reaksi kembali ke awal membentuk endapan NiCl2.6H20 dean warnanya menjadi memudar.

















I.          Daftar Pustaka
·      Purba,michael,kimia untuk sma kelas XII 3a,edisi 1,Erlangga,Jakarta,2007, bab 3,hal 143.
·      Muni’im,abdul, kimia anorganik 2,FKIP UNPAR,palangkaraya,2002,bab IV unsur-unsur transisi ,hal 37


1 komentar:

  1. Waaaah,,,thanks banget ya sist artikelx membantu banget buat laporan saya. Kpn2 diposting lagi ya laporannya yang lain?? Lam kenal..

    BalasHapus